(CERPEN) SURAT TERAKHIR ALINE


Kutelusuri lorong sekolah yang sudah hampir 2 minggu kutinggalkan. Tak ada yang berubah. Hanya beberapa daun kering yang berserakan karena belum disapu oleh Pak Mamat, tukang kebun sekolah. Berarti itu tandanya aku berangkat sekolah terlalu pagi.
Aku melangkah ringan disepanjang lorong yang masih sepi. Wuaaaaahh!!! Rasanya bebas. Seperti lorong ini punyaku dan aku berhak melakukan apapun sesukaku, seperti lari kencang seperti tempo hari saat aku harus datang pagi-pagi untuk menyalin PR matematika yang dikumpulkan hari itu juga pada jam pelajaran pertama. Tapi hari ini aku tidak mau melakukannya. Akan benar-benar kunikmati suasana sekolah yang nyaman seperti ini.
Kubelokkan kaki pada tikungan kedua lorong sekolah yang baru kusadari ternyata cukup panjang. Tepat dibelokan itu, ruangan pertama yang terlihat adalah kelasku. Kelas khusus, kelas bahasa pertama yang baru saja dirintis oleh sekolah, dengan kata lain kami adalah siswa-siswa kelinci percobaan. Dan mengapa tadi aku menyebutnya kelas khusus? Karena jumlah siswanya hanya 20 orang. Sangatlah ekslusif. Tapi aku sangat bersyukur telah memilih kelas ini.
Aku masih malas untuk masuk ke kelas yang masih sepi, dan kujatuhkan pantatku ke tempat duduk yang tepat di depan kelas. Aku bersandar ditembok sambil menunggu teman-teman sekelasku berdatangan.
Tak lama, datang Garin, si ketua kelas yang super gendut. Ibaratnya saat dia duduk, bertepatan dengan mendaratnya pantat di kursi beton ini, seperti ada gempa 3,5 skala ricter lewat. Sebenernya dengan keberadaan Garin di sebelahku agak menghalangi pandangan ke arah belokan masuk dari lorong panjang, tapi pasti Garin juga malas masuk kelas yang baru berisi 3 orang.
Dina, Melli, dan Annisa, 3 sohibku tanpa kusadari mereka mereka sudah datang bersama. Mereka bertiga melewatiku tanpa menyapaku seperti biasa. Hhaah… Pasti ini gara-gara Garin. Ingin kupanggil para LEM -itu nama geng kami, tapi jangan salah kita nggak hobi ngelem kok- tadi, tapi niat itu ku urungkan karena kulihat wajah kusut mereka. Laku ku ikuti saja mereka masuk ke dalam kelas.
Mereka duduk saling diam, tidak ada yang berinisiatif untuk membuka suatu topik obrolan. Apa mereka sedang bertengkar? Aku duduk di bangku kesayanganku. Lama sekali rasanya. Aku kangen dengan tempat duduknya yang agak bergoyang, tapi punya sandaran paling tinggi di kelas, sehingga aku bisa rebahan punggung dengan nyaman. Juga mejanya, yang secara sengaja kugambari dengan tuts-tuts piano sepanjang 2 oktaf, agar aku bisa belajar piano selain di tempat kursus. Meskipun tidak bisa berbunyi, tapi lumayan menghilangkan rasa bosan saat pelajaran Antropologi berlangsung.
Kulihat sekeliling kelas, teman – teman yang lain sudah banyak yang berdatangan. Kebanyakan dari mereka sedang menyalin PR. Aku rindu suasana seperti ini.
***
Jam pelajaran pertama di mulai. Pelajaran kesukaanku, bahasa Indonesia. Sebenarnya bukan pelajarannya yang membuatku senang, tapi gurunya yang asik. Tak lama setelah bel berbunyi, Bu Tias masuk. Beliau menyapa kami seperti biasa. Tapi tak seperti biasanya, Beliau tidak langsung memulai pelajaran.
Bu Tias mengeluakan sebuah amplop berwarna hijau muda dengan gambar daun semanggi diatasnya.
“ Siapa yang bersuara paling keras di sini?” tanyanya pada kami, entah karena alasan apa. Semua anak serempak menunjuk Mega. Dia adalah ketua OSIS, dan otomatis dia punya suara yang lantang dan berkarisma. Eheemmm…
“ Ini ada titipan dari ibunya Aline, coba baca yang keras supaya teman-teman yang lain kedegeran.” perintah Bu Tias.
“Baik bu.” jawab Mega mantap. Mega membuka amplop hijau itu dan mengeluarkan isinya.
“To All My Best Friends, XI Bahasa.” Mega mulai membaca baris pertama isi surat tersebut.
Halo temen-temen, ini Aline nih..Hehe~!
Gimana? Kalian baik-baik aja kan? Aku kangeeen banget, pengen ketemu sama kalian, jajan bareng, maen bareng, bahkan nyontek PR bareng.
Mungkin saat kalian baca surat ini aku sudah tidak bersama-sama kalian lagi di kelas. Kebersamaan kita memang baru 5 bulanan, tapi aku sudah merasa deket banget sama kalian. Sebenarnya aku juga nggak pengen ninggalin kalian kaya gini. Karena kalian selalu meninggalkan kesan yang susah dilupakan.
Aku tulis satu-satu ya. Ini yang cewek dulu deh.
Elli : temen sebangkuku yang childish, lucu juga kok. Kangen deh jambak tu pipi lagi. Jangan takut duduk sendirian ya.
Dina : my strongest bodyguard... ahaha… Nggak deh, salah satu temen terbaiku yang suka malak… Piss Din!
Annisa : sesuai dengan nama yang di berikan Papa kamu, jadilah wanita yang sesungguhnya. Keke..
Chintia : makasih ya udah mau jadi Onni-ku. Wah, kita gak bisa barter video-video Korea lagi deh. L
Mega : temenku yang gagah berani, terimakasih sudah ngasih tahu aku betapa indahnya mencintai Tuhan.
Devi : temenku yang punya double personality, yang kadang-kadang lemah lembut, eh tiba-tiba suka teriak-teriak gak jelas deh.
Erika : ngiri deh sama jamu yang selalu bisa kalem dan feminim. Tolong ajarin Annisa ya, biar jadu cewek sejati.
Narsya : Salam olah raga! Semoga kamu bisa jadi atlet basket yang sukses yah.
Riana : yang suka buka salon dadakan di kelas.
Mika : aku tunggu kamu berhasil audisi jadi model ya. Semangat!
Sekarang giliran 9 butir temen-temen cowok,
Mulai dari Dio : aduh, kamu itu sok cool apa gimana? Bicaralah walau cuma nyapa, oke?
Kaka : sebenernya kamu cowok yang manis tapi nggak ada bedanya sama Dio deh. Hemmm…
Fian : aku akan selalu dukung kamu untuk bisa pergi Jepang. Tetep semangat ya, meskipun aku nggak bisa bareng-bareng. Soalnya aku pergi duluan. Hehe..
Mario : thanks, udah mau selalu jadi partner of crime-ku. ^^
Tio : kenapa? Kenapa kamu bisa setinggi itu? Berasa pendek banget kalo udah jejeran sama kamu.
Rendy : makasih ya, privat matematikanya tiap minggu. Pasti semester ini kamu rangking 1 deh.
Garin : ketua kelas yang gendut tapi juga bijaksana. Keren abis!
Abi : si tukang tidur. Hayoh, aku bilangin sama guru lho..
Dan Adrian : my little brother, semoga wajah mu yang mirip Dikta Yovie and Nuno, tak akan lekang di makan usia. Hehe.. kaya apaan aja?
Yaaaaah, sudah semua deh..
Walaupun itu semu nggak cukup mewakili semua yang pengen aku sampaikan, tapi hal-hal itulah aku kangenin dari kalian. Terima kasih kemaren-kemaren udah mau jenguk sama nemenin aku di rumah sakit.
Dan satu lagi, maafin aku ya. Kalau selama bersama-sama kalian, aku mungkin membuat kesalahan dan membuat kalian sakit hati. Doain aku juga, biar lolos audisi dari Tuhan. Hehe... Please banget..
Baiklah!
Bye temen-temen!
Bye kelasku!
Bye-bye bangkuku tersayang!
Bye semuanya, kenangan kalian akan selalu kubawa dan kuingat.
Selamat tinggal!”
Mega mengakhiri membaca surat itu dengan air mata yang semakin lama semakin deras. Aku pun menangis, dan saat kulihat sekitar tak sedikit teman-teman yang juga menitikan air matanya. Aku  tersentuh.
Terima kasih teman-teman.
Karena kalian sudah merasa kehilanganku, berarti kalian menyayangiku. Aku juga menyayangi kalian semua. Aku juga sebenarnya tidak ingin meninggalkan kalian secepat ini.
Terlihat sinar putih menyorot dengan kilaunya yang menyilaukan di sudut depan kelas. Sinar itu memanggilku untuk mengajakku pergi. Berat rasanya beranjak dan menerima kenyataan inilah detik-detik terakhirku di dunia.
Aku kembali melihati teman-temanku, mencoba menyimpan memoriku dalam-dalam agar tak akan hilang nantinya. Kutatap seisi ruang kelas dan bangkuku. Aku puas.
Kudatangi sinar putih keemasan itu. Rasanya sejuk dan begitu halus. Badanku semakin ringan dan ringan. Sedikit demi sedikit  tubuhku terangkat ke atas. Teman-temanku masih menangis, tapi tubuhku semakin jauh meninggalkan mereka.
Langit memanggilku lirih. Tiba-tiba pandanganku kabur, semuanya menjadi kecil dan lenyap. Sepi dan hampa.
Selamat tinggal semuanya.

oleh AmilatunN
published Wonder Teen Magazine August 2013


Komentar